Splash Screen

Menyemai Benih Iman di Balik Kabut

“Masih jauh, kaka Agus?” saya bertanya sambil tangan kanan memegang pinggang. Pegal sungguh terasa. Sudah dua setengah jam kami berkendara di atas motor melibas jalanan berlumpur yang meliuk-liuk membelah belantara.

“Sedikit lagi, kaka,” jawabnya sambil tertawa kecil.

“Duh,” saya merespons pasrah. Sulit untuk percaya pada jawaban Agus karena sejak kami berangkat dari kecamatan Kairatu di Seram Barat, dia berulang kali bilang kalau perjalanan ini “tidak jauh”. Tapi, definisi “tidak jauh” ini diambil dari sudut pandang warga lokal, yang tentunya berbeda jauh dari sudut pandang saya, seorang pendatang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Seram.
Tapi, tak ada jalan lain selain percaya. Agustinus alias Agus, pria berusia 27 tahun ini adalah warga asli dari Manusa yang berprofesi sebagai pengemudi ojek yang menghubungkan Manusa dengan kecamatan-kecamatan di pesisir pulau Seram. Jika berboncengan, perjalanan menuju Manusa bisa memakan waktu tiga jam, tapi karena yang dibonceng adalah saya yang baru pertama kali, durasinya bengkak menjadi lima jam.
“Kalau beta bawa motor sendiri, satu dua jam su bisa sampai kaka,” kata Agus yang kemudian saya balas dengan geleng-geleng kepala.
“Luar biasa, kaka Agus…” saya menyahut dan menepuk pundaknya.
“Ayo kita berangkat lagi. Itu di balik bukit sana,” kata Agus menunjuk sebuah puncak hijau yang tengahnya tertutup halimun pekat, “di situ Manusa. Setengah jalan lagi kita sampai!”

Titik-titik pada sisi kanan tengah gambar ini adalah lokasi Manusa yang tersembunyi di balik lebatnya belantara pegunungan Pulau Seram bagian Barat
Titik-titik pada sisi kanan tengah gambar ini adalah lokasi Manusa yang tersembunyi di balik lebatnya belantara pegunungan Pulau Seram bagian Barat

Itulah sekelumit kesan yang jadi pembuka hari ketika saya dan tim pelayanan misi Project Terang melakukan perjalanan ke Manusa, sebuah desa Kristen yang terletak di jantung Pulau Seram, Provinsi Maluku. Untuk mencapai Manusa memang tidak mudah. Tidak ada jalan aspal yang menghubungkan antar desa seperti di Jawa. Sebagai gantinya, jalan berlumpur dan berbatulah yang jadi trek sejauh lebih dari 60 kilometer. Jalan ini mustahil dilalui oleh mobil biasa, perlu mobil khusus dengan ground-clearance tinggi dan berpenggerak ganda. Kami memang menyewa mobil ini, tapi tak semua tim bisa terangkut karena sebagian besar ruang dalam mobil digunakan untuk mengangkut seratusan lebih Paket Terang. Alhasil, saya bersama Pdt. Bungaran melakukan perjalanan menaiki dua sepeda motor yang masing-masingnya dikendarai oleh ojek lokal.

Kami bertolak pukul enam pagi. Diiringi hujan gerimis, kami tak tahu seperti apa medan yang akan dilalui. Yang kami tahu hanya kira-kira dalam lima jam kami akan tiba, tetapi kami tidak merasa takut akan bagaimana gerangan perjalanan ini nantinya karena ikut serta dengan rombongan kami, terdapat pula Pdt. John dari Gereja Protestan Maluku Jemaat Manusa beserta rekan-rekan lainnya. Mereka adalah warga lokal yang sudah berpengalaman bepergian melintasi jalur ini dan merekalah yang akan menghubungkan kami dengan keluarga-keluarga penerima pelayanan misi Project Terang.

Pendeta Bungaran berjalan kaki karena mesin motor tak kuat menanjak
Pendeta Bungaran berjalan kaki karena mesin motor tak kuat menanjak
Kondisi jalan berlumpur sejauh lebih dari 50 kilometer yang menghubungkan Kawatu - Rumberu - Rambatu sampai dengan Manusa
Kondisi jalan berlumpur sejauh lebih dari 50 kilometer yang menghubungkan Kawatu - Rumberu - Rambatu sampai dengan Manusa
Kondisi medan yang sulit membuat motor kami mengalami kendala. Standar tengah motor terlepas akibat tumburan dengan batu. Kami berhenti untuk memperbaiki seadanya menggunakan serat kayu.
Kondisi medan yang sulit membuat motor kami mengalami kendala. Standar tengah motor terlepas akibat tumburan dengan batu. Kami berhenti untuk memperbaiki seadanya menggunakan serat kayu.

Ada kira-kira 800 jiwa yang menghuni Manusa dan seratus persen mereka mengaku diri sebagai orang Kristen. Namun, bisa dikatakan mereka semua hidup terisolir. Satu-satunya akses dari dan ke Manusa adalah melewati jalanan berlumpur ini. Sinyal komunikasi? Hanya ada satu operator seluler yang bisa menangkap sinyal di sini, tetapi itu pun sangat lambat dan terbatas. Alhasil, orang-orang Kristen Manusa seolah hidup terpisah dari dunia luar. Tiang-tiang listrik memang telah terbangun sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi hak mendasar warga negara, tetapi arus listriknya belum mengalir. Satu-satunya bangunan yang dilengkapi listrik dari tenaga genset adalah gereja yang terletak di tengah-tengah desa, dan ketika rombongan kami tiba di sana, pengeras suara pun berkumandang memanggil-manggil seluruh warga untuk berkumpul.

Genset di Gereja Malanuru yang difungsikan jika ada acara gerejawi atau acara-acara khusus
Genset di Gereja Malanuru yang difungsikan jika ada acara gerejawi atau acara-acara khusus

Gereja dan kekristenan memang bagian tidak terpisahkan dari kepulauan Maluku. Ketika Injil diwartakan lima abad silam oleh para misionaris, benih-benih iman pun tumbuh. Namun, itu bukan berarti pekerjaan misi telah usai. Tiap abad dan masa menyajikan tantangannya tersendiri. Pada saat ini, ketika zaman telah melesat maju, orang-orang Kristen di Manusa masih kesulitan mengakses firman Tuhan. Tanpa cahaya lampu di malam hari, sulit untuk membaca, sedangkan siang hari kebanyakan warga pergi ke hutan. Tapi, untuk membaca pun, tak ada materi-materi yang bisa dibaca karena akses desa yang sangat terpencil yang membuat distribusi logistik menjadi aktivitas menantang.

“Kami butuh, pak, butuh sekali buku-buku ini,” tutur Mama Sintje, salah satu warga Manusa yang rumahnya kami sambangi. Mama Sintje adalah kepala sekolah di sini. Rumahnya beralaskan tanah dan beratapkan rumbia. Buku-buku menjadi begitu penting bagi Mama Sintje, karena tanpa akses listrik dan internet, satu-satunya sumber pengetahuan yang bisa direguk hanyalah dari materi-materi cetak.

Anak-anak dari Manusa pada sesi penyerahan Paket Terang di gereja
Anak-anak dari Manusa pada sesi penyerahan Paket Terang di gereja
Tim Pelayanan Misi Project Terang berkunjung ke rumah Mama Sintje
Tim Pelayanan Misi Project Terang berkunjung ke rumah Mama Sintje
Suasana perkampungan di Manusa
Suasana perkampungan di Manusa

Lima jam perjalanan pergi dan lima jam perjalanan pulang memang membuat sekujur punggung kami terasa tegang, tetapi itu tidaklah sepadan dengan sukacita yang hadir dari melihat antusiasme keluarga-keluarga di Manusa ketika akhirnya mereka menerima kotak-kotak Paket Terang yang dapat tersalurkan berkat dukungan dari sahabat ODB sekalian.

Tak semua dari kita dapat memberi raga untuk hadir pada tempat-tempat yang jauh, tetapi setiap donasi yang sahabat ODB berikan adalah wujud kasih yang nyata, yang mampu melampaui rentangan jarak. Nabi Yesaya dalam Perjanjian Lama menuliskan, “Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik” (Yesaya 52:7). Pesan yang “indah” dari Yesaya adalah kabar baik mengenai Allah yang datang untuk menyatakan damai sejahtera, kabar baik dan keselamatan—pesan utama yang hadir dalam paket misi yang tentunya tersedia berkat dukungan Anda orang-orang percaya yang mengasihi Allah. Dengan pertolongan-Nya, setiap donasi itulah yang memampukan firman Allah yang mewujud dalam Paket Terang diterima dan disambut oleh keluarga-keluarga Kristen di pelosok. Pelayanan misi Project Terang masih terus berlanjut untuk menjangkau daerah-daerah lain seperti Papua Pegunungan, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Utara.
Kehadiran kami di Manusa tak hanya sekadar membagikan paket, tetapi juga berkoordinasi dengan hamba-hamba Tuhan dari gereja lokal agar mereka dengan bantuan materi-materi cetak inilah mereka dapat mendampingi dan membimbing para jemaat untuk mengalami persekutuan pribadi dengan Tuhan kita, Yesus Kristus. Kami percaya bahwa pekerjaan misi adalah karunia Roh Kudus dan Dia jugalah yang akan memberi pertumbuhan pada setiap hati yang telah menerima firman.

Anak-anak Manusa berkumpul di lapangan setelah bermain bola
Anak-anak Manusa berkumpul di lapangan setelah bermain bola
Saksikan lebih lengkap bagaimana perjalanan tim pelayanan misi Project Terang di Kepulauan Maluku: