Susah sinyal. Itulah yang saya alami selama tinggal di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Tentu tidak semua tempat di kabupaten ini lemah dari jangkauan sinyal komunikasi, tapi pada desa-desa yang tersembunyi di balik perbukitan, mengakses internet tidaklah leluasa buat dilakukan.
Namun, siang ini berbeda. Bersama Pdt. Maxen, hamba Tuhan yang memberi kami tumpangan di desa Pusu, kami berjalan kaki ke atas bukit. Sinyal ponsel mendadak kuat. Puluhan notifikasi pun berdatangan setelah tertunda berjam-jam. Akan tetapi, saya mengurungkan niatan untuk mengecek semua notifikasi itu karena tak ingin kehilangan konsentrasi melibas jalan setapak yang terjal dan berlumpur.
Kami diberkati, karena sehari sebelumnya Pdt. Maxen bilang kalau hujan turun maka rencana mengunjungi rumah dan gereja Pdt. Yoktan harus kami batalkan. Esoknya, kami dikaruniai langit cerah tanpa awan. Sebelum cuaca berubah mendadak, buru-buru kami berangkat. Namun, perjalanan tetaplah memakan waktu. Mobil hanya bisa dinaiki sampai di ujung jalan aspal. Setelahnya kami harus berjalan kaki melewati medan berlumpur yang mustahil dilalui oleh mobil biasa.
Pdt. Yoktan yang akan kami sambangi adalah rekan sepelayanan dari Pdt. Maxen. Keduanya melayani sebagai pendeta bagi jemaat lokal dari denominasi GPdI, tetapi lokasi geografis dari pelayanan Pdt. Yoktan jauh lebih menantang. Jalan setapak sejauh lebih kurang dua kilometer kami lalui dengan berderai keringat karena sinar matahari menyengat kulit. Tak ada rumah penduduk, juga tiang listrik di sepanjang ruas jalan ini. Tapi, ada hal yang menyenangkan di samping melelahkannya perjalanan ini. Pdt. Maxen bermata jeli. Beliau berhenti sejenak, memetik beberapa buah jambu biji dari pohon-pohonnya yang tertanam di tepian jalan.
“Wah pak, memangnya ini buah nggak ada yang punya?” tanya saya sembari menerima saja sodoran buah jambu.
“Sonde ada. Semua tanaman di sini punya kita bersama,” jawabnya dengan tawa kecil, lalu lebih banyak jambu lagi dipetik buat kami semua.
Empat puluh menit kira-kira kami berjalan, kami pun tiba pada sebuah gereja sederhana yang pekarangannya dipagari kayu. Pada gereja inilah Pdt. Yoktan menggembalakan jemaatnya selama bertahun-tahun hidupnya. Sosok beliau sungguh bersahaja. Senyum hangat merekah dari wajahnya ketika dia menyalami kami dan mempersilakan kami masuk ke dalam gedung gereja. Kami sempat sungkan karena lantai gereja yang baru dipel itu kembali kotor oleh kaki kami yang berlumpur.
“Sonde apa-apa, masuklah sudah,” Pdt. Yoktan meyakinkan kami bahwa lantai yang kotor tidaklah jadi soal.
Bersama dengan beliau, hadir pula sang istri yang setia mendukung pelayanannya. Setelah kami mendinginkan badan, sesi obrolan pun dimulai. Kami menceritakan lebih detail tentang apa itu pelayanan misi Project Terang beserta Paket Terang yang kami bawa.
Gereja yang Pdt. Yoktan gembalakan tidaklah besar secara kuantitas. Hanya ada sekitar 15 kepala keluarga yang bermukim di desa ini. Untuk kebutuhan ibadah, semuanya dilakukan dengan seadanya. Pada gedung gereja terdapat pengeras suara, tetapi itu hanya bisa dijalankan dengan listrik yang didapat dari genset. Sedangkan genset sendiri butuh bahan bakar, dan untuk membeli bahan bakar itu butuh perjuangan ekstra mengingat medan terjal yang harus dilalui. Ditambah lagi, Pdt. Yoktan tidak memiliki kendaraan.
Mendengarkan penuturan tentang tantangan dan perjuangan jemaat di sini, saya jadi tertarik untuk melontarkan pertanyaan pada Pdt. Yoktan.
“Pak, dengan kondisi yang serba minim dan jauh ke mana-mana seperti ini, bagaimana bapak bisa bertahan dan senang?” Kata ‘senang’ sengaja saya sematkan karena tak tersirat ada raut lelah maupun sedih dalam wajah beliau.
Pertanyaan itu dijawabnya dengan tertawa kecil. “Semua ini karena panggilan…” Sedetik dua detik beliau terdiam. “Jika bukan karena panggilan, tentulah kami tidak akan bertahan. Tetapi, karena Tuhan yang memanggil, maka Tuhan juga yang mampukan,” tambahnya lagi.
Kata “panggilan” yang saya dengar siang itu, pada sebuah gereja sederhana yang lantainya baru saja terkotori oleh kaki kami yang berlumpur, terasa menggema begitu kuat.
Menjalani apa yang jadi panggilan Tuhan buat kita tidaklah selalu diwarnai jalan mulus dan bunga-bunga bermekaran. Kadang, ada badai hebat yang harus dihadapi. Ada kehilangan yang kita tangisi. Ada perasaan sendirian dan tak berdaya yang menghadang. Namun, seperti yang Pdt. Yoktan tuturkan, jika itu adalah panggilan dari Tuhan, maka selalu saja ada kekuatan yang membuat kita sanggup, bertahan, bahkan menikmati pertumbuhan di dalam proses perjalanannya.
Tanpa terasa, sudah lebih dari satu jam kami berdiskusi hangat dengan Pdt. Yoktan. Ingin rasanya kami tinggal lebih lama dan mendengar cerita-cerita menarik lainnya dari beliau, tetapi Pdt. Maxen mengingatkan kami bahwa gumpalan awan sudah mulai bermunculan. Jika hujan turun, akan jauh lebih sulit bagi kami untuk pulang.
Sebelum undur diri, kami berdoa bersama dan diundang juga untuk melihat rumah tinggal dari Pdt. Yoktan. Rumah tradisional yang dibangun dari kayu beratapkan rumbia. Atapnya berbentuk melonjong, mirip seperti rumah honai yang menjadi rumah tradisional Papua. Rumah dengan model seperti ini membuat suhu tetap hangat saat malam dan sejuk saat siang.
Kebersahajaan Pdt. Yoktan yang kami temui siang ini memberikan teladan bagi kami bahwa di zaman ketika banyak orang mengejar kenyamanan pribadi, masih ada sosok yang bertekad sepenuh hati untuk melayani Tuhan. Dan… perjuangan Pdt. Yoktan memelihara jemaatnya adalah upaya yang layak untuk kita doakan dan dukung melalui pelayanan misi Project Terang.
Sahabat ODB, pelayanan misi Project Terang adalah pelayanan kita bersama untuk menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat diterima dan dimengeri oleh semua orang, termasuk bagi keluarga-keluarga Kristen yang tinggal di pelosok dan kesulitan akses listrik.
Bersama dengan para hamba Tuhan dari gereja-gereja lokal, tim ODB terus bersinergi agar dukungan yang Anda berikan dapat terdistribusikan secara efektif dan efisien.
Terus dukung dan doakan agar melalui pelayanan misi Project Terang, Terang sejati dari Firman Tuhan boleh hadir dan memberkati setiap keluarga.